KORANHeadline.com, WAWONII Koordinator Humas PT Gema Kreasi Perdana (GKP), Marlion menanggapi beberapa pernyataan Ikatan Mahasiswa Pascasarjana-Sultra Jakarta (IMP-Sultra Jakarta) terkait perusahaanya.
Marlion menanggapinya satu persatu terkait beberapa pernyataan tudingan yang disampaikan oleh IMP Sultra.
Pertama, soal kerja PT GKP dan Pemda Konkep. Kehadiran PT GKP, kata Marlion, sejak awal telah membangun kemitraan dan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Konkep.
Kerjasama yang dimaksud berkaitan kepentingan kemajuan daerah dan masyarakat, maka bagi PT GKP, sinergi dengan semua pemangku kepentingan merupakan sebuah keharusan.
“Selama ini, dalam setiap kegiatan yang kita lakukan, selalu melakukan koordinasi dan sinergi dengan pemangku kepentingan, baik dari pihak desa, kecamatan ataupun Lembaga pemerintahan di atasnya. Jadi sinergi itu sesuatu yang positif, terutama untuk kepentingan kemajuan daerah dan Masyarakat, sinergi atau Kerjasama, itu sebuah keniscayaan,” terangnya kepada awak media, Selasa (22/8).
Sedangkan, terkait legalitas PT GKP, Marlion juga membantah tudingan IMP Sultra yang menyebut PT GKP beroperasi secara ilegal.
Faktanya, sambung Marlion, PT GKP telah memiliki izin Usaha Pertambangan dan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang masih berlaku sampai dengan saat ini. Karena hal tersebut, maka kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT GKP masih berlaku.
Dia menyebut, PT GKP merupakan perusahaan yang taat hukum. Semua ketentuan yang terkait perizinan untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan semuanya sudah terpenuhi.
Selain itu, perusahaan juga patuh dan taat dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya, baik PNBP pertambangan, kehutanan ataupun Provisi Sumber Daya Hutan-Dana Reboisasi (PSDH-DR).
“PT GKP, termasuk salah satu perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara, yang paling taat dalam menjalankan kewajibannya,” tegas Marlion.
“Kami membantah tudingan bahwa PT GKP melakukan kegiatan pertambangan secara illegal karena tidak mungkin perusahaan melakukan kegiatan pertambangan tanpa memenuhi semua ketentuan dan kewajibannya. Apalagi sampai saat ini, perusahaan mempunyai izin kegiatan usaha pertambangan yang sah dan berlaku,” tambah Marlion.
Sementara, terkait tudingan pencemaran lingkungan, Marlion mengungkapkan, kondisi yang sebenarnya adalah terjadi pada saat pertengahan bulan Mei, curah hujan sangat tinggi, melebihi rata-rata curah hujan di masa-masa sebelumnya.
Akibatnya, sungai dan sumber air menjadi keruh. Kekeruhan ini sudah terjadi sebelum hadirnya PT GKP untuk melakukan kegiatan pertambangan bahwa ketika curah hujan tinggi, maka air sungai menjadi keruh.
“Jadi tidak ada kaitannya dengan kegiatan pertambangan PT GKP. Itu kejadian yang kerap terjadi di musim timur (hujan). Itu sudah terjadi sejak dahulu, bukan hanya karena hadirnya perusahaan saja. Di luar musim hujan, air kembali normal dan bisa kembali dinikmati masyarakat seperti yang terjadi saat ini,” bebernya lagi.
Selain itu, terkait penerobosan lahan, Marlion menyebut
hal itu tudingan yang tidak benar.
Menurutnya, PT GKP telah memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk melakukan kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan, dan sebagai itikad baik PT GKP telah memberikan ganti untung tanam tumbuh (GUTT) kepada warga masyarakat yang berkebun di kawasan IPPKH PT GKP.
Berkaitan dengan kejadian pada 10 Agustus 2023 lalu, Marlion mengatakan, bahwa karyawan PT GKP sedang awalnya kegiatan pembersihan lahan (land clearing) pada lahan yang berada di dalam izin IPPKH dan sudah diganti untung tanam tumbuh.
Namun, lanjutnya, sekolompok warga mendatangi karyawan PT GKP dengan membawa senjata tajam dan melakukan tindakan kekerasan.
Humas dan karyawan perusahaan justru yang menjadi korban aksi intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok massa yang masuk ke area pertambangan PT GKP.
“Kami dilempari batu dan tanah, dua alat berat dan mobil perusahaan dirusak , satu orang karyawan terluka dan robek kepalanya. Kami benar-benar menjadi korban tetapi justru faktanya diputar-balikan,” bebernya lagi.
Marlion meminta kepada semua pihak-pihak yang tidak mengetahui duduk persoalan secara jelas dan utuh, untuk tidak memberikan komentar serampangan dan tidak beralasan. (red/id)