KORANHeadline.com, KENDARI – Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Sultra, La Ode Muhammad Nurjaya angkat bicara terkait penyataan Forum Komunikasi Pemuda Indonesia (FKPI) Sultra terhadap dinas yang ia pimpin.
Dalam klarifikasi ini, Nurjaya didampingi jajarannya seperti, Kabid Rumah Swadaya Andra Wisal Jaya, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Muh Sabri, Ira Muchsin AlQanus, Syafrianto Amsar, Abdil Manaf dan Nasa Putra Sampe.
Menurut Nurjaya, pihaknya perlu mengklarifikasi dan meluruskan berita salah satu media online terkait pemberitaan yang memuat pernyataan dari FKPI Sultra terhadap Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Sultra.
Katanya, penyataan pertama terkait
dugaan korupsi di dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan sebesar Rp 800 juta lebih pada sejumlah pekerjaan berdasarkan temuan Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) Sultra.
“Dengan adanya berita itu saya perlu klarifikasi untuk menyampaikan yang sebenarnya. Dalam rilis tersebut, pertama terkait temuan BPK tahun 2021/2022 sebesar 800 juta. Ini bukti pengembalian di kas daerah (sembari memperlihatkan berkas pengembalian, red). Makanya berkasnya tebal, ada yang nilainya Rp 1 juta, Rp300 ribu, malah ada yang Rp 300 juta. Itu semua pada saat LHP (Laporan Hasil Pertanggungjawaban) sudah dikembalikan semua, penyedia langsung mengembalikan. Jadi terkait temuan ini sudah tuntas dan sudah ada tindak lanjut oleh BPK melalui Inspektorat,” terang Nur Jaya, Rabu (17/1).
Kemudian, lanjut dia, penyataan kedua terkait, hasil investigasi lapangan telah menemukan keganjalan terhadap proses lelang pada setiap pekerjaan di lingkup Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan, salah satunya pada pekerjaan taman halaman dinas sehingga menyebabkan pekerjaan tersebut tidak selesai sampai waktu yang telah di tentukan.
“Jadi pekerjaan di Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan ini hanya satu paket untuk pengerjaan pelataran kantor anggarannya Rp1 miliar. Anggaran Rp1 miliar itu kalau dilakukan normal harus tender melalui pihak ketiga. Nah, karena waktu yang terbatas kita ambil mekanisme swakelola dan itu diijinkan undang-undang. Alasannya pekerjaan itu belum ada desainnya, kalau dilakukan secara tender terbuka itu butuh waktu lama, sedangkan waktu kita hanya 45 hari melalui APBD Perubahan yang baru keluar 13 November 2023,” beber Nurjaya.
“Kalau ditanya tidak selesai, bukan tidak selesai, dana yang terserap swakelola itu tidak seluruhnya, kita hanya menyerap sebanyak volume yang terpasang. Ada beberapa belum terpasang karena kita kehabisan waktu sampai 30 desember,” tambahnya.
Sementara itu, terkait pernyataan, kebijakan Kepala Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan Sultra tidak sesuai dengan ketentuan dimana struktural dan melibatkan rumpung keluargaanya sebagai pelaksana kegiatan proyek di dinas.
“Jadi sehubungan dengan tugas struktural, tugas struktural itu menjalankan tugas pemerintahan yang menjadi tanggung jawab pokoknya. Kalau tugas proyek kepala dinas menunjuk ASN dilingkup dinas yang mempunyai kompetensi disebut PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan), nah itu namanya tugas tambahan. Tugas strukturalnya memonitoring, mengevalusi dan mengkoordinasikan. Terus berikutnya bahwa keluarga saya ambil proyek disini.
Seluruh kontraktor disini tidak ada yang saya kenal, saya tahunya pejabat pengadaan silakan adakan sesuai mekanisme yang ada. Saya tidak pernah ketemu siapa-siapa kontraktor. Yang lucunya biar saya ketemu dia tidak tahu saya kepala dinasnya. Tapi tidak ada ada masalah, makanya saya klarifikasi bahwa tidak ada keluarga dekat saya,” tegas Nurjaya.
Sedangkan, terkait masalah tenaga honorer di lingkup Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan Sultra dari Juni sampai saat ini berjumlah 39 orang berdasarkan SK gubernur Sultra H Ali mazi NO SK 419 2023 tidak terbayarkan gaji, Nurjaya membantahnya. Dirinya memastikan membayarkan gaji tenaga honorer, hanya kepada mereka yang hadir setiap hari.
“Di bulan Agustus terbit SK Gubernur tentang tenaga honorer 39 orang. Sejak terbitnya SK itu sampai hari ini yang dimaksud 39 orang ini, hanya enam orang yang hadir setiap hari, jadi enam orang itu saya bayarkan gajinya. Sisanya justru saya salah kalau bayar (gajinya, red). Jadi kalau menuntut harus dibayar bahaya, mana absennya, disini ada absen setiap hari,” pungkas Nurjaya. (red/id)