KORANHeadline.com, KENDARI – BPJS Kesehatan Kendari kembali menyosialisasikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ke
Human Resource Development atau yang biasa disingkat HRD Badan Usaha di wilayah Kota Kendari.
Kegiatan ini dibuka secara langsung Kepala BPJS Kesehatan Cabang Kendari,
Rinaldi Wibisono di Swiss Bell Hotel, 19 Juni lalu, dengan menghadirkan narasumber dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra dan Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo (UHO).
Rinaldi Wibisono mengungkapkan bahwa sosialisasi bertujuan untuk mengingatkan kembali pemahaman perusahaan tentang program JKN. Dimana, ini menjadi agenda penting Presiden Joko Widodo sejak 2020-2024 untuk mewujudkan cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC).
“Program ini bersifat wajib untuk seluruh penduduk, termasuk juga orang asing yang bekerja paling sedikit enam bulan di Indonesia. Tentunya ini wajib kita ingatkan dan mengajak semua agar para pekerja sektor swasta terlindungi program JKN,” ujar Rinaldi.
Program ini juga, sambungnya, bertujuan untuk memberikan pelindungan keuangan kepada peserta agar mereka tidak kesulitan biaya ketika sakit dan meningkatkan terhadap akses peserta pada pelayanan kesehatan.
“Oleh karena itu dengan dukungan seluruh stakholder, pemberi kerja, pengusaha yang terintegrasi dalam program ini untuk memberikan kepastian jaminan kesehatan kepada pekerjanya, sehingga bisa tercapai cakupan semesta di negara kita,” pinta Rinaldi.
Lebih lanjut, Rinaldi membeberkan, dari jumlah penduduk Sultra 2,7 juta jiwa, peserta program JKN sudah 2,6 juta jiwa atau 99,65 persen. Berdasarkan jumlah penduduk masih ada 0,35 persen yang belum menjadi peserta jaminan kesehatan.
“Olehnya itu menjadi peran kita perusahaan, apakah ada para pekerja yang belum terdaftar atau ada pekerja dengan status Penerima Bantuan Iuran (PBI) agar dialihkan statusnya sebegai pekerja penerima upah. Ini sudah menjadi ketentuan pemerintah,” terang Rinaldi.
Sedangkan, dari segmen badan usaha di wilayah kerja BPJS Cabang Kendari, tercatat ada 1.099 badan usaha dengan 52.455 jiwa pekerja atau 3,7 persen dari jumlah penduduk.
“Masih ada 22 persen peserta segmen badan usaha dengan status non aktif. Ini juga menjadi pengingat bagi semuanya, memastikan kewajiban pembayaran iuran agar status pekerjanya aktif dan bisa mengakses layanan kesehatan,” pungkas Rinaldi. (red/id)